Pages

Sabtu, 23 Juli 2016

Dua Bayi "Kahlil Gibran"

Seorang pangeran berdiri di balkon istana dan berseru kepada khalayak yang berkerumun demi mendengar kabar dan berkata, “aku membawa kabar gembira bagi kalian dan ucapan selamat untuk negeri kita yang beruntung atas kelahiran seorang pangeran baru yang akan membawa kemuliaan nama keluargaku, dan pada siapa kalian akan berbangga. Ia adalah ahli waris baru yang mewarisi kebesaran kakek moyang, dan padanya bergantung kecerahan masa depan kerajaan ini. Bernyanyilah dan berbahagialah!” maka khalayak mengangkat suara memenuhi udara dengan sorakan kegembiraan, penuh bahagia dan rasa syukur, menyambut penguasa baru yang akan mengencangkan kendali kekuasaan di leher mereka dengan memerintah yang lemah dalam otoritas kejam, dan mengeksploitasi tubuh serta membunuh jiwa mereka. Atas takdir itulah, mereka bernyanyi dan meminum arak demi kesehatan sang Emir baru.

Sang anak memasuki kehidupannya dan kerajaan tersebut di waktu yang bersamaan. Ketika penduduk kota memuja sang penguasa dan menghilangkan keberadaan meraka dengan menyanyikan pujian bagi sang tiran, dan kala malaikat surga menangisi kelemahan dan tertindasnya mereka, seorang perempuan yang tengah kesakitan sedang berpikir. Ia tinggal disebuah gubuk tua, terlantar, dan terbaring dia atas pembaringannya yang keras bersama bayinya yang baru lahir terbungkus dalam kain kasar, nyaris mati kelaparan. Ia adalah seorang istri muda yang menyedihkan dan terlupakanoleh kemanusiaan; suaminya terjatuh dalam jebakan kemetian yang disiapkan oleh kebengisan Pangeran, meninggalkan seorang perempuan kesepian hingga Tuhan telah mengirimnya seorang sahabat mungil lewat para dewa demi menjaganya dari bekerja sembari mempertahankan hidup.

Manakala keramaian mereda dan keheningan kembali melingkupnnya, perempuan itu meletakkan bayinyadi atas pangkuan dan menatap wajahnya sembari tersedu seakan ia membaptis bayinya dengan airmata. Dalam suara lemah akibat lapar, ia berkata pada anaknya, “Mengapa kau meninggalkan dunia roh dan dating untuk berbagi kepahitan duniawi denganku ? Mengapa kau tinggalkan malaikat serta cakrawala tak berjarak dan dating ke tanah sengsara berisi manusia, penuh dengan penderitaan, tekanan, dan kekejaman ? Aku tak memiliki apapun kecuali air mata, akankah kau menyusu dengan air mata dan bukan air susu ? Aku tak punya baju sutera untuk kau kenakan; akankah tangan kosongku yang bergetar sanggup memberimu kehangatan ? sedang hewan-hewan kecil merumput di padangdan kembali ke naungan mereka dengan aman di malam hari; dan kawanan burung mungil memungut biji-bijian dan tidur dengan nyaman di dahan pepohonan. Tapi kau, anakku, tak memiliki apapun kecuali ibu yang sengsara.”

Kemudian ia mendekap anak itu dengan mesra di dada dan memeluknya dalam lengan seakan-akan ia ingin membuat tubuh itu menjadi satu dengannya, seperti sebelumnya. Ia mengarahkan matanya yang menyala menuju langit dan menjerit, “Tuhan ! Kasihanilah negeri malang kami ini!”


Dan pada saat itu awan mengambang dari wajah sang rembulan, sinar lembutnya masuk melalui jendela gubuk yang menyedihkan itu dan cahayanya jatuh di atas kedua jasad yang telah dingin.


sumber : Buku Air Mata dan Tawa "Kahlil Gibran"

0 komentar:

Posting Komentar